ARTIKEL KEWARGANEGARAAN KENAKALAN REMAJA
Seorang Remaja Diperkosa Empat Anggota Geng Motor
Liputan6.com, Garut: Seorang remaja
putri di Garut, Jawa Barat, diperkosa beramai-ramai oleh empat orang anggota
geng motor Brigez. Polisi baru berhasil menangkap dua pelaku.
NS (22) dan HM (17) akhirnya berhasil
diciduk jajaran Satreskrim Polres Garut. Kedua tersangka ditangkap karena
diduga telah melakukan pemerkosaan terhadap HN (17), warga Kecamatan
Cigedug.
Kepada polisi keduanya beralasan tindakan
bejat yang dilakukan dirinya dan ke tiga temannya adalah instruksi dari
senior-senior di geng motor Brigez. Bahkan, menurut HM, tindakan terhadap
korban didasari perbuatan suka sama suka dan tidak ada unsur pemaksaan. Selama
dua hari lebih ia dan rekannya bergiliran menyetubuhi korban.
Kasatreskrim Polres Garut AKP Yusuf
Hamdani mengatakan, pihaknya baru bisa menangkap HM dan NS, sementara dua orang
rekannya kini masih dalam pengejaran petugas. Sementara itu ditemui di Kantor
Lembaga Perlindungan Anak, Kabupaten Garut, korban mengatakan awal petaka yang
menimpa dirinya berangkat dari keingintahuan tentang geng motor. Perkenalan
dengan para pelaku berawal dari SMS salah sambung dengan salah satu
tersangka.(IAN)
Geng Motor
Berulah, Dua Remaja Diserang
Liputan6.com, Bone: Ulah geng motor kian meresahkan. Tak hanya di
Jakarta, tapi juga di berbagai daerah lain. Di Bone, Sulawesi Selatan, geng
motor menyerang dua remaja dengan senjata tajam hingga terluka parah.
Abir dan Amar segera dilarikan ke Rumah
Sakit Umum Tenriawaru, Bone. Sekujur tubuh Amar nyaris penuh dengan luka dan
mengeluarkan darah. Lengan kanannya bahkan nyaris putus. Sedang Asbir terluka
di pinggang, Rabu (25/4).
Kedua remaja warga Kecamatan Awangpone ini
terluka akibat diserang sekelompok orang yang diduga anggota geng motor. Dalam
perjalanan pulang dari Kota Bone Selasa malam, Asbir dan Amar yang berboncengan
dengan sepeda motor, tiba-tiba dihadang gerombolan bersepeda motor. Salah
seorang yang membawa parang langsung menyerang keduanya.
Kini polisi tengah mengejar para pelaku.
Polisi sudah mengetahui identitas mereka, termasuk jenis sepeda motor yang
digunakan. Sementara balapan liar yang merupakan salah satu kegiatan geng motor
di Polewali Mandar, Sulawesi Barat, Selasa malam dibubarkan polisi. Pasalnya,
kegiatan itu sangat mengganggu dan meresahkan warga. Saat membubarkan balap
liar, polisi juga menggeledah anggota geng motor. Saat itulah beberapa orang
kedapatan membawa berbagai senjata tajam, seperti badik, besi tajam, dan tulang
ikan pari berbisa.
Warga berharap razia terhadap geng motor
tidak hanya dilakukan secara insidental saja, tapi terus-menerus. Sebab,
biasanya geng motor hanya berhenti beraksi setelah dirazia, namun setelahnya
mereka kembali berulah dan merongrong ketenangan warga.(MEL)
SEKS PRANIKAH: Kebanyakan Remaja Tak
Paham Kesehatan Reproduksi
JAKARTA: Minimnya
pengetahuan remaja soal seks dan kesehatan reproduksi, membuat mereka melakukan
hubungan seksual pranikah tanpa tahu bagaimana cara melindungi dirinya sendiri.
Akibatnya banyak dari remaja tersebut yang sudah tidak perawan lagi, dan bahkan
hamil.
"Data terbaru tentang
masalah remaja yang terkait dengan seks dan kesehatan reproduksi ini belum ada
lagi. Rencananya dalam Survai Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012,
masalah seks dan reproduksi kesehatan ini akan kita titipkan," kata Sudibyo Alimoeso, Deputi
Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga, Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN), hari ini di Jakarta.
Dia
menuturkan permasalahan remaja dewasa ini makin kompleks dan mengkhawatirkan.
Terutama menyangkut soal seks dan kesehatan reproduksi. Hal tersebut dipicu
oleh kurangnya informasi yang mereka serap dan dapatkan. Bayangkan saja, remaja
usia 13-18 tahun sudah melakukan hubungan seks pranikah. Tidak
tanggung-tanggung pula, sekitar 60% diantaranya melakukannya di dalam rumahnya
sendiri.
Data yang dihimpun oleh
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pada 2006 itu, katanya, juga
menyebutkan para remaja tersebut berhubungan seks tanpa memakai alat
kontrapsepsi untuk melindungi mereka.
Sedangkan
hasil Survei Komnas Perlindungan Anak yang dilakukan di 33 provinsi pada 2008,
sebanyak 97% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno. Mereka yang pernah
berciuman, melakukan masturbasi, dan oral seks mencapai 93,7%. Dan remaja SMP
yang tidak perawan sebanyak 62,7%, serta yang remaja melakukan pernah aborsi
sebesar 21,2%. Kenapa hal ini bisa terjadi?
Menurut
Sudibyo, hal itu terjadi karena kurangnya pengetahuan reproduksi dan seksual
yang benar kepada masyarakat dan para remaja. Dia menuturkan seksual aktif di
kalangan remaja adalah realitas yang tidak bisa dipungkiri. "Tingginya
remaja melakukan seks pranikah di rumah, karena kurangnya pengawasan dari
orangtua. Selain itu orang tua merasa aman dengan membiarkan anaknya di rumah
sendiri," ungkap Sudibyo.
Dia
memaparkan kebanyakan remaja yang melakukan hubungan seks pranikah, hanya untuk
coba-coba karena penasaran. "Itu terjadi karena kurangnya pengetahuan
kesehatan reproduksi dan seksual yang diserap oleh remaja," tambanya. Untuk
itu, lanjut Sudibyo, BKKBN terus berupaya agar pelajaran seks dan reproduksi
bisa dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan nasional, agar seluruh
remaja di Indonesia bisa mendapatkan pendidikan mengenai hal tersebut sejak
awal.
"Kurikulum
itu sudah mendesak. Sebab pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi
masih terbatas akses informasinya. Kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan
reproduksi remaja, bisa berpengaruh pada perilaku seks remaja pranikah,"
ujar Sudibyo. Dia menjelaskan pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi
adalah tentang masa subur. Menurut SDKI 2007, remaja perempuan dan laki-laki
usia 15-24 tahun yang mengetahui tentang masa subur, baru mencapai 65%. Dia
juga menyampaikan remaja perempuan dan laki-laki yang mengetahui risiko
kehamilan, jika melakukan hubungan seksual, masing-masing hanya 63%. Penelitian
tentang pengetahuan penyakit menular seksual (PMS) yang dilakukan di DKI
Jakarta oleh LD-UI pada 2005, menunjukkan pengetahuan remaja tentang PMS masih
sangat rendah, kecuali HIV/AIDS, yaitu 95%, dan raja singa sekitar 37%.
Jadi,
katanya, sekolah merupakan tempat yang tepat bagi remaja untuk mendapatkan
informasi tersebut. Selain bisa mencegah penyakit menular seksual, juga
mencegah hal negatif lainnya. Mengenai kurikulum ini, dia menyebutkan masih
dipelajari oleh pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. "BKKBN masih
terus melakukan koordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk
mewujudkan hal tersebut," lanjutnya. Jika tidak bisa masuk sebagai suatu
mata pelajaran tersendiri, katanya, diharapkan kesehatan reproduksi
remaja bisa terintegrasi ke dalam disiplin ilmu lainnya yang terkait. (faa)
Penyebaran
Narkoba di Kalangan Anak-anak dan Remaja
Hingga
kini penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah. Mengingat hampir seluruh
penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat narkoba dari oknum-oknum yang tidak
bertanggung jawab. Misalnya saja dari bandar narkoba yang senang mencari mangsa
didaerah sekolah, diskotik, tempat pelacuran, dan tempat-tempat perkumpulan
genk. Tentu saja hal ini bisa membuat para orang tua, ormas,pemerintah khawatir
akan penyebaran narkoba yang begitu meraja rela.
Upaya
pemberantas narkoba pun sudah sering dilakukan namun masih sedikit kemungkinan
untuk menghindarkan narkoba dari kalangan remaja maupun dewasa, bahkan
anak-anak usia SD dan SMP pun banyak yang terjerumus narkoba. Hingga saat ini
upaya yang paling efektif untuk mencegah penyalahgunaan Narkoba pada anak-anak
yaitu dari pendidikan keluarga. Orang tua diharapkan dapat mengawasi dan
mendidik anaknya untuk selalu menjauhi Narkoba.
Menurut kesepakatan Convention on the Rights of the Child (CRC) yang juga disepakati Indonesia pada tahun 1989, setiap anak berhak mendapatkan informasi kesehatan reproduksi (termasuk HIV/AIDS dan narkoba) dan dilindungi secara fisik maupun mental. Namun realita yang terjadi saat ini bertentangan dengan kesepakatan tersebut, sudah ditemukan anak usia 7 tahun sudah ada yang mengkonsumsi narkoba jenis inhalan (uap yang dihirup). Anak usia 8 tahun sudah memakai ganja, lalu di usia 10 tahun, anak-anak menggunakan narkoba dari beragam jenis, seperti inhalan, ganja, heroin, morfin, ekstasi, dan sebagainya (riset BNN bekerja sama dengan Universitas Indonesia).
Menurut kesepakatan Convention on the Rights of the Child (CRC) yang juga disepakati Indonesia pada tahun 1989, setiap anak berhak mendapatkan informasi kesehatan reproduksi (termasuk HIV/AIDS dan narkoba) dan dilindungi secara fisik maupun mental. Namun realita yang terjadi saat ini bertentangan dengan kesepakatan tersebut, sudah ditemukan anak usia 7 tahun sudah ada yang mengkonsumsi narkoba jenis inhalan (uap yang dihirup). Anak usia 8 tahun sudah memakai ganja, lalu di usia 10 tahun, anak-anak menggunakan narkoba dari beragam jenis, seperti inhalan, ganja, heroin, morfin, ekstasi, dan sebagainya (riset BNN bekerja sama dengan Universitas Indonesia).
Berdasarkan
data Badan Narkotika Nasional (BNN), kasus pemakaian narkoba oleh pelaku dengan
tingkat pendidikan SD hingga tahun 2007 berjumlah 12.305. Data ini begitu
mengkhawatirkan karena seiring dengan meningkatnya kasus narkoba (khususnya di
kalangan usia muda dan anak-anak, penyebaran HIV/AIDS semakin meningkat dan
mengancam. Penyebaran narkoba menjadi makin mudah karena anak SD juga sudah
mulai mencoba-coba mengisap rokok. Tidak jarang para pengedar narkoba menyusup
zat-zat adiktif (zat yang menimbulkan efek kecanduan) ke dalam lintingan
tembakaunya.
Hal ini menegaskan bahwa saat ini perlindungan anak dari bahaya narkoba masih belum cukup efektif. Walaupun pemerintah dalam UU Perlindungan Anak nomor 23 tahun 2002 dalam pasal 20 sudah menyatakan bahwa Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak (lihat lebih lengkap di UU Perlindungan Anak). Namun perlindungan anak dari narkoba masih jauh dari harapan.
Hal ini menegaskan bahwa saat ini perlindungan anak dari bahaya narkoba masih belum cukup efektif. Walaupun pemerintah dalam UU Perlindungan Anak nomor 23 tahun 2002 dalam pasal 20 sudah menyatakan bahwa Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak (lihat lebih lengkap di UU Perlindungan Anak). Namun perlindungan anak dari narkoba masih jauh dari harapan.
Anak-anak
membutuhkan informasi, strategi, dan kemampuan untuk mencegah mereka dari
bahaya narkoba atau juga mengurangi dampak dari bahaya narkoba dari pemakaian
narkoba dari orang lain. Salah satu upaya dalam penanggulangan bahaya narkoba
adalah dengan melakukan program yang menitikberatkan pada anak usia sekolah
(school-going age oriented).
Di Indonesia, perkembangan pencandu narkoba semakin pesat. Para pencandu narkoba itu pada umumnya berusia antara 11 sampai 24 tahun. Artinya usia tersebut ialah usia produktif atau usia pelajar. Pada awalnya, pelajar yang mengonsumsi narkoba biasanya diawali dengan perkenalannya dengan rokok. Karena kebiasaan merokok ini sepertinya sudah menjadi hal yang wajar di kalangan pelajar saat ini. Dari kebiasaan inilah, pergaulan terus meningkat, apalagi ketika pelajar tersebut bergabung ke dalam lingkungan orang-orang yang sudah menjadi pencandu narkoba. Awalnya mencoba, lalu kemudian mengalami ketergantungan.
Di Indonesia, perkembangan pencandu narkoba semakin pesat. Para pencandu narkoba itu pada umumnya berusia antara 11 sampai 24 tahun. Artinya usia tersebut ialah usia produktif atau usia pelajar. Pada awalnya, pelajar yang mengonsumsi narkoba biasanya diawali dengan perkenalannya dengan rokok. Karena kebiasaan merokok ini sepertinya sudah menjadi hal yang wajar di kalangan pelajar saat ini. Dari kebiasaan inilah, pergaulan terus meningkat, apalagi ketika pelajar tersebut bergabung ke dalam lingkungan orang-orang yang sudah menjadi pencandu narkoba. Awalnya mencoba, lalu kemudian mengalami ketergantungan.
Video
Mesum Dorong Remaja Lakukan Kekerasan Seks
Denpasar (ANTARA News) - Maraknya peredaran gambar atau video
mesum di internet, bahkan lewat jaringan telepon seluler dikhawatirkan banyak
pihak akan menjadi salah satu pendorong kaum remaja melakukan kekerasan
seksual. Pada diskusi dan sosialisasi menyikapi kasus kekerasan pada anak-anak
yang digelar atas kerja sama Polda Bali dengan Komisi Perlindungan Anak
Indonesia Daerah (KPAID) Bali, di Denpasar, Jumat, terungkap bahwa tidak
sedikit kasus kekerasan seksual berupa penculikan dan pemerkosaan terhadap anak
gadis, berawal dari adanya remaja pria yang sebelumnya menonton video mesum.
Ketua KPAID Bali dr Anak Ayu Sri Wahyuni, SpKJ mengungkapkan bahwa
tidak sedikit kasus kejahatan seksual yang berawal dari adanya remaja yang
menonton video porno. "Celakanya, sekarang tayangan gambar bejat itu cukup
banyak beredar di internet, bahkan ada yang mendapatkannya lewat jaringan
telepon genggam (HP) yang para remaja miliki," katanya. Menurut dia,
tayangan gambar yang disaksikan dalam layar telepon seluler itu terbukti telah
membangkitkan birahi seorang pelajar SMU di Bali untuk memperkosa gadis yang
adalah teman dekatnya. Selain itu, lanjut dia, pengaruh minuman beralkohol juga cukup
banyak menjadi penyebab timbulnya kasus kekerasan yang dilancarkan oleh kaum
pria.
Ironisnya, kata Wahyuni, korbannya kebanyakan wanita di bawah umur
18 tahun, yang tidak memahami kenapa dirinya harus menjadi korban dari aksi
kekerasan seksual. Dikatakan, aksi kekerasan seksual, terlebih pada anak-anak,
ada yang berlangsung spontanitas setelah pelaku meneguk minuman keras, namun
ada juga yang memang cukup terencana dengan berbagai cara. "Cara yang
ditempuh itu tidak hanya dengan berbaik-baik disertai dengan penyerahan
bingkisan, namun juga ada yang menjanjikan sesuatu yang memang digemari
anak-anak," kata Wahyuni.
Ketua KPAID menyebutkan, ada juga cara yang ditempuh dengan
mengajak jalan-jalan kepada si anak yang akan dijadikan korban. "Yang
lebih mencelakakan lagi, tidak sedikit penjahat yang begitu saja menjemput
seorang anak saat dia pulang sekolah atau dari tempat si anak mengikuti
les," ucapnya. Dia mengatakan, anak yang berhasil diperdaya tersebut,
tidak sedikit kemudian yang terbukti telah menjadi korban pelecehan seksual,
perkosaan, pedofilia dan lain-lain.
Mengingat itu, lanjut dia, orang tua mempunyai peran yang paling
utama dalam upaya mencegah atau membendung munculnya kejadian tersebut. "Di
rumah anak-anak harus diberi pengertian agar dapat membedakan mana hal yang
baik dan buruk, serta bagaimana menjaga diri agar lebih waspada," kata
Wahyuni. Selain itu, lanjut dia, orang tua juga harus dapat berbuat agar
kondisi di lingkungan rumah tangga betul-betul membuat betah atau nyaman bagi
si anak. "Buatlah anak anda senyaman mungkin berada di rumah. Dampingi dan
berikan pengertian terhadap tayangan televisi yang ditontonnya, dan lebih baik
lagi orang tua dapat menciptakan aktivitas seperti olah raga, membaca, berkebun
dan lainnya," ujar Wahyuni.(T.P004/R00)
Komentar
Posting Komentar